Oleh Roja Nabila Putri
“Awhh, sakit sekali!” ia menggosok dahinya pelan, sedikit perih namun syukurnya tak berdarah. Ia melihat ke sekitar, sudah bukan tempat tadi lagi. Tapi tunggu! Ini di mana? Kenapa ramai sekali? Mengapa orang banyak berlalu lalang? Apakah tempat ini pasar?
Sejenak ia mengamati dengan seksama. Sepertinya iya, karena terdapat stand berjualan dan kedai di sana, ditambah dengan banyaknya orang berlalu lalang dengan karung belanjaan di punggung mereka. Apa ini masih di dunia fantasi? Semua orang tampak mengenakan baju kuno khas rakyat kerajaan.
Ia melihat gadis kecil berlari ke arahnya. Gadis kecil tersebut mengenakan dress selutut dan rambut yang di kuncir dua menggunakan pita lilac, Senyuman tersungging dibibirnya yang sedikit kemerahan. Menggemaskan sekali! Jari jari mungilnya menggenggam gulungan kertas kuno yang diikat tali merah. Ia melihat gadis kecil tersebut mengambil sesuatu di belakang punggungnya. Ternyata bunga anggrek, indah sekali.
“Ini hadiah untuk putri nomor satu se…. Utopia” gadis kecil itu berbicara dengan excited dengan memperlihatkan setangkai anggrek dan meminta ia merendahkan badannya. Ternyata gadis kecil itu menyelipkan bunga anggrek tersebut di sela-sela telinganya sebelah kanan.
“Kamu cantik sekali putri nomor satu se…. Utopia” Ia tersenyum mendengar gadis kecil tersebut memuji dengan imutnya, matanya berbinar-binar menyiratkan hatinya yang bahagia. Tapi tunggu! putri nomor satu? Maksudnya dirinya seorang putri kerajaan di negeri ini? Tapi sungguh ia bingung, kenapa ia menjadi putri nomor satu di sini? Di utopia? Apakah itu nama kerajaan di sini?
“Dan ini” gadis kecil tersebut menggenggam tangannya “Surat dari Lila untuk sang putri, jangan lupa dibaca!” Dua gigi yang menyembul gemas di balik bibir gadis kecil tersebut menambah kesan adorable pada dirinya.
Tapi itu hanya sekejap saja, seketika senyum gadis kecil tersebut luntur, diganti dengan raut cemas dan takut. Dan tanpa aba-aba ia langsung berlari begitu saja meninggalkan dirinya. Keningnya mengkerinyit, mengapa gadis tersebut berlari padahal barusan gadis kecil itu tersenyum manis kearahnya. Terlalu banyak yang membingungkan di sini. Tak lama kemudian ia merasakan mulutnya di bekap dan tangannya ditarik kebelakang sakit sekali.
Apa yang terjadi! Kenapa ada orang yang berbuat jahat kepadanya? Ia meronta-ronta berusaha menyelamatkan diri, tapi tak bisa tenaga orang itu sangat kuat. Ia menjerit tapi tidak terdengar, ia berharap ada seseorang yang menolongnya. Hampir saja ia di seret, namun entah dari mana pemuda dengan paras tampan memukul pelipis kepala orang itu dengan keras. Laki-laki itu menjerit kesakitan, cengkraman laki-laki jahat itu terlepas dan pemuda tampan itu cepat menarik dan memeluknya dengan sigap. Laki-laki jahat itupun lari pontang panting menyelamatkan diri sambil mengeluarkan kata-kata sumpah serapah.
“Kau tak apa?” tanya pemuda itu dengan raut cemas sambil membetulkan anak rambutnya. Jaraknya begitu dekat, ia bisa menghirup aroma farfum pemuda itu dan melihat kedua manik hazel yang begitu mempesona. Ia mengangguk pelan, pemuda itu tersenyum lembut dan kembali merengkuhnya dengan hangat. Dadanya berdebar dengan cepat, berharap waktu berhenti dan ia tidak bermimpi. Ia berharap pria tampan dan gagah itu mencintainya dengan sepenuh hati. Benar benar tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Prankk!!!
Dia tersentak, matanya terbuka, bunyi pecahan kaca itu terdengar sangat keras. Ia terbangun dari alam mimpinya yang indah. Buyar sudah, ia kehilangan momen bahagianya bersama pria tampan yang menyelamatkannya. Ada rasa kesal di hati saat ia menyadari bahwa ia kembali ke alam nyata. Ya, ia kembali menempati dirinya di kamar sempit itu. Berkali-kali ia menghela napas panjang untuk meredakan kekesalan di hatinya. Terasa sesak didada, terbayang betapa kerasnya kehidupan yang harus ia jalani bersama ibunya disaat ia kembali kealam nyata. Kalaulah boleh memilih ia ingin tidur saja, karena di alam mimpi ia menjadi orang yang sangat dicintai.
Ia melihat jam dinding, ternyata pukul 05.43 dini hari.
Terlalu lama ia tidur, ia segera bangun dan beranjak dari kasur. Ia perlu mencari sumber suara keras tadi. Apakah ada kucing yang memecahkan piring di sana? Tapi ia melihat dapur dalam keadaan bersih dan rapi. Iapun menyeret kakinya ke ruang tamu dan keluarga. Sama, tak ada pecahan kaca semua bersih seperti sedia kala.
Ibu, hanya satu kamar yang belum ia periksa yakni kamar ibu. Ia segera berlari ke kamar ibunya. Hatinya cemas, takut terjadi sesuatu pada ibu yang selama ini merawatnya. Ia segera membuka pintu kamar itu, di dalam kamar itu ia melihat banyak pecahan kaca. Matanya terbelalak dan ia menjerit dengan kerasnya saat melihat ibunya tergeletak bersimbah darah di lantai dan ayahnya memegang pisau yang berlumuran darah.
Ia tak terima, batinnya tak terima tapi apa daya badannya melemah.
“Kenapa Ayah membunuh Ibu? apa salah ibu?”ucapnya lirih menahan pedih di dada sebelum semuanya menjadi gelap hitam sempurna.
KOMENTAR