Pukul 23.50
Luvi, gadis berusia tujuh belas tahun dengan kecantikan yang nyaris sempurna. Punya badan yang tinggi, kulit putih bersih dan wajah yang imut seperti bayi. Ia dikagumi oleh orang-orang di sekitarnya. Banyak yang ingin berteman dengan Luvi. Sikapnya yang ramah membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman, mengingat sebenarnya Luvi juga berpengaruh dari seorang pejabat terkenal di kotanya. Namun dibalik kenyataan itu, Luvi meraih statusnya dan memilih berteman dengan siapa saja. Itulah yang membuat ia populer dan cukup disegani di lingkungan sekitarnya.
Lain di depan, lain juga yang terjadi di belakang. Kehidupan Luvi yang dianggap sudah sempurna bagi kebanyakan orang, juga merasa takut. Ia tahu tidak semua orang akan menyukai dirinya. Ia memaklumi itu karena pasti semua orang punya pembenci-nya sendiri alias haters . Ia tidak takut memiliki pembenci , namun ia takut dengan apa yang akan dilakukan pembenci itu Anda.
Dan hari itu terjadi.
Ponselnya dipenuhi oleh pesan-pesan dari orang yang tidak ia kenal. sebagian ia bisa memaklumi isi pesannya. Namun, salah satu pesan yang ia buka kemarin malam membuat bergedik ngeri.
 Aku melihatmu. Aku berada di sekitarmu.
Sejak mendapat pesan yang aneh itu, Luvi selalu was-was dengan keadaan di sekitarnya. Ia merasa ada yang mengawasinya, akibatnya beberapa hari ini ia selalu mengurung diri enggan keluar dari sana. Pikirannya melayang kemana-mana takut sesuatu akan terjadi padanya. Ia merasa ada orang yang akan berbuat jahat kepada dirinya.
Sekarang pukul 12 tengah malam. Ponsel yang semula terletak di nakas bergetar beberapa kali. Dengan perasaan campur aduk ia duduk, mengambil ponsel itu dan membaca pesan paling atas.
Jangan takut, sayang. Ini baru asal. Permainan masih akan berlanjut. Dan oh ya,malam ini kamu cantik dengan piyama pink kesukaanmu.
Luvi membuang ponselnya. Bulu kuduknya merinding,
Orang itu benar, malam ini ia memakai piyama pink kesukaannya. Tapi dari mana dia tahu? Padahal sejak tadi gorden kamarnya tertutup rapat.
Segera ia menutupi dirinya dengan selimut tebalnya, sungguh ia mulai merasa sangat takut.
Bersambung…
KOMENTAR