Homesick Alien
I came out of blackhole
Try to find the light of the stars
End up my space-universe journey
One of which the long sleep in Pluto
Of the daydreaming at Saturn’s ring
Take my eyes of the Andromeda’s diamonds
Stop my run of catching the comets
And start to downstairs the heaven’s stairway,
Visit the blue planet
Try to know who lives on it,
To find the new things
The new feeling universe never gave before!
Start to feel deeper and deeper.
So deep ‘till i can feel the warmth of the earth
It burn me while i’m sleeping
It sweat me while i’m breathing
It melt my whole life!
I woke up in my dreams
I sleep while i’m awake!
I must go back yet i’m start going crazy to stay!
My feed just too heavy to upstair the heaven’s stairway
Should i destroy the stairs?
Should i break my legs?
Should i ask the earth to hide me?
No metter how dark the night could hide me
No metter how deep the ocean could drawn me
No metter how and how!
I must go back!
I must coming home!
To the place where i belong
To the place where i was born
To the place where the homesick alien came from,
To the path of cosmic laziness.
(Annie Suryatin Surya – Bandung 8 Mei 2006)
24 Hours Convinience Store
Hari ini hari ketiga aku disini,
Sejak aku dipetik lalu masuk ke dalam kardus-kardus besar,
Menempuh perjalanan menuju kota
Hingga akhirnya,
Aku berada di antara barisan buah-buahan yang tampak segar dalam lemari pendingin konbini!
Tema sebelahku yang kukenal 3 hari yang lalu, telah terbeli!
Kulitnya kuning emas mentari senja
Usianya pun jauh lebih muda dariku,
Tak kutemukan jejak kerutan di tubuhnya!
Wanginya pun masih sangat semerbak.
Kemarin barisan di depanku diborong seorang ibu muda,
2 hari yang lalu pasangan kakek-nenek membawa pulang barisan paling depan.
Hari in telah datang rombongan terbaru
Hari ini tinggal aku dari kloter terdahulu
Hah, entahlah…
Aku pasrah menghitung hari hingga akhirnya aku direject!
malam ini malam yang hangat di pertengahan musim panas!
Malam pun telah sangat larut saat mataku benar-benar hampir tertutup!
Tiba-tiba kuterguncang, kuterbangun!
Kudapati kini aku dalam plastik belanja,
Dari celah tangan yang membawa plastik bermerk convinience store 24 hours,
Kulihat seraut wajah anak muda dengan kemeja gaya 70an-nya
Ia terlihat rapi dengan celana katun dan sneackers putih,
Terus kupandangi ia,
Dari cela-celah berbayang kusimpan ia erat-erat di kepala.
Dia yang buat aku tak lagi di sana!
Aku yang tlah sedia tuk jadi yang terbuang!
Entah apa yang membuat dia memilihku?
Karena apa dia membawaku?
Sirnakah pandangnya dari pudar mentari senja warnaku?
Bagaimana bisa ia dapati sedikit wangiku yang masih tersisa?
Dia! Dia! Dia!
Entah kemana aku akan dibawa?
Bersamanya kau lega
Sisa waktuku dia sandingkan dalam harga
Selamatkan kau dari yang terbuang!
Aku sungguh sangat lega, habiskan waktu dalam hadirnya.
(Annie Suryatin Surya – Bandung 17 Mei 2006)
Strawberry Lamonade in Cassiopeia
Pinjami aku matamu!
Lihatlah langit untukku!
Sambutlah Orion bersanding Cassiopeia
Rangkaikan Scopio dengan jarimu,
Sampaikan cintaku untuk Perseus lewat senyummu,
Tataplah langit lekat-lekat!
Dekap jiwanya
Hirup dalam-dalam nafas malam!
Biarkan belaian sejuk kabut di kulitmu
Gulirkan detik-detik pergantian hingga fajar
Saat mereka harus pergi, tapi pasti akan kembali!
Takkan lama,
Kalaulah lama, at least dia pasti ada,
Mereka pasti tiba.
Sungguhlah indah langit yang kau punya
Hingga letihpun nantian, tidaklah mengapa
Bukan, tidaklah azamku tuk mencela,
Hanya saja langitku tertututp pandang!
Mata berbayang ingatan tabir kisah lama yang tak terlupa,
Kilatan bergantian cerita-cerita
Yang terlepas dari genggam saat di asa,
Saat berjalan menuju hulu.
Temukan langit baru, belumlah lagi bersapa kenal
Hingga pandangpun bergantung awan.
Ujarku berulang,
Kirimkan aku kisah-ceritamu
Gambarkan selalu gelapnya yang terang
Dongengkan indah senyumnya
Gambarkan rangkaian sinarnya
Ucapkan semua hingga terlepas asa
Hingga jelaslah semua
Lensa langit pantulkan cahaya
Hantarkan tepat fokus retina
Maka beranjaklah awan dari bayang
Saat mata kasati langit dunia baru
Tibakah masa itu?
Jauh sebelum tubuh terjatuh tak bertopang rangka,
Langit baruku, telah datang…
(Annie Suryatin Surya – 28 Desember 2006)
A(R)MOR
Tak perlu barikade senjata lengkap!
Tanpa perisai baju perang serat baja, tanganmu kosong!
Kau buat monolog-monologku bergema-gema
Melayang-layang di udara!
Lepas bebas hingga menguap sirna!
Monolog-monologku seampuh-ampuhnya tuba,
Yang kau pentalkan hingga ranggas hampa asa…
Monolog-monologku sedasyat-dasyatnya Uranium Papua,
Yang kau pentalkan hingga lunakkan tulang bagai Bandeng Tuna!
Monolog-monologku tak lagi berdaya.
(Annie Suryatin Surya – 17 Mei 2014)
Kopi Rasa Bisu
Duduklah sini,
Bersama mari kita ngopi…
Lalu bicara dalam bisu,
Takkan melulu tentang cinta
Atau politik yang sedang hangat membara
Atau kritik sosial dari senandung biduan ternama,
Kita kan bicara tentang apa saja,
Dalam hening bisu tak bersuara,
Tentang berat bebanmu,
Tentang bimbang hatimu,
Tentang galau fikirku,
Tentang abu-abu masa depan yang belum terang terjelas dari pandangku juga pandangmu.
Tak kisah ini Robusta atau Arabica,
Yang jelas ia kan hangatkan dahaga
Dari beku suara yang lama tak berkata,
Hangit pahit sangrai kopi hingga aroma cantik memikat,
Belalakkan jiwa yang lama menutup rasa
Tulus maaf yang jauh bahkan tak terngiang…
Duduklah sini,
Ini tradisi kita,
Nenek moyang buktikan ini benar adanya.
Eratkan rasa duduk bersama dalam cengkrama
Sepiring singkong goreng juga ubi rebus,
Hangat kopi yang tak perlu terburu meneguk tiba-tiba,
Suam-suam talian bersaudara,
Ini memang tradisi kita
Maka duduklah sini,
Bersama mari kita ngopi
Jika memang DIA ingin terjadi,
Pasti terjadi
Cukup KUNFAYAKUN saja
Tak usah cemas ragukannya…
Maka duduklah sini, bersama mari kita ngopi.
(Annie Suryatin Surya – 30 Oktober 2016)
KOMENTAR