Merdeka Belajar sebagai Solusi Pendidikan di Indonesia

Karya: Fajar Okta Ramadan

Merdeka belajar adalah sebuah program kurikulum belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia kabinet Indonesua Maju, Nadiem Anwar Makarim. Kurikulum merdeka belajar ini dilatarbelakangi oleh hasil PISA 2018 yang malah turun dari hasil PISA 2012 dam PISA 2015. Data menunjukkan bahwasanya dalam bidang Matematika, Indonesia berada diperingkat ke-72 dari 79 negara, sains diperingkat 71 dan membaca pada peringkat 73. Oleh karena itu, Mas Nadiem selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, yang disebut dengan Merdeka Belajar.

Merdekan Belajar memiliki empat program utama, yaitu:

  1. Menggantikan USBN menjadi Ujian Sekolah
  2. Menghapus UN
  3. Penyederhanaan RPP
  4. Memperbaiki sistem zonasi

Sebagaimana yang telah kita ketahui, pendidikan adalah ujung tombak untuk menghadapi masa depan dan tempat yang paling tepat untuk mengasah ujung tombak tersebut adalah sekolah. Tapi, satu hal yang kita ketahui, bahwasanya setiap sekolah memiliki masalah yang berbeda-beda, makanya keputusan untuk mengganti USBN menjadi US adalah keputusan yang tepat. Pemerintah memberikan otonom kepada sekolah untuk menguji siswa-sisiwinya berdasarkan apa yang telah diajarkan di sekolah, sedangkan USBN mewajibkan siswa untuk menguasai materi yang sama dengan seluruh siswa-siswi Indonesia tanpa memperhatikan situasi dan kondisi siswa tersebut. Tidak hanya itu, USBN yang semua soalnya terdiri dalam bentuk pilihan ganda sudah tidak ada lagi. Sekolah diberikan kebebasan untuk menguji siswa-siswinya berdasarkan kemampuannya masing-masing, baik itu dalam bentuk essay, portofilio maupun dalam bentuk soal lainnya. Sehingga kebijakan ini dapat memberikan kebijakan memberikan kemerdekaan kepada siswa dan sekolah dan sekolah dalam menghadapi ujian.

Selain mengganti sistem USBN menjadi US, Kemendikbud Republik Indonesia juga menghapus sistem penilaian Ujian Nasional. Hal ini dilakukan karena banyaknya keluhan dari para siswa yang mengatakan bahwasanya materi yang diujikan untuk UN yang sangat padat, belum lagi tekanan yang diterima dari sekolah maupun orang tua yang menuntut mereka untuk bisa mendapatkan angka yang tinggi. Hal ini tentu bertolak belakang dari makna sekolah yang sebenarnya. Pada hakikatnya, sekolah adalah tempat bagi siswa untuk menepuh pendidikan tanpa paksaan, bukannya malah membuat siswa menjadi stress karena harus menghadapi ujian. Belum lagi sistem UN yang lebih banyak menghafal materi, belum mampu untuk mengembangkan nilai-nilai karakter yang mencerminkan nilai-nilai pancasila seperti beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri berpikir kritis, gotong royong, dan berkebhinekaan global. Oleh karena itu, Mas Nadiem mencetus program yang disebut Asasment Kompetisi Minimum dan survei karakter. Kebijakan ini menitikberatkan kepada tiga komponen utama, yaitu literasi, numerasi dan karakter. Untuk itu pelaksanaan AKM adalah ujian untuk seleksi kelulusan. Program AKM ini juga telah sejalan dengan metode pendidikan yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan adalah bagaimana cara siswa untuk menimba ilmu yang disukarnya tanpa adanya paksaan dari luar, mengingat setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Guru adalah penyokong kemajuan suatu bangsa, guru mungkin memang bukan profesi terhebat, tapi ingat orang-orang hebat lahir karena adanya guru. Berdasarkan peraturan perundang-undangan nomor 14 tahun 2005 yang menyatakan bahwasanya guru berperan penting dalam mengajar, mendidik, mengayomi, menimbang, menilai dan mengevaluasi siswa. Tapi nyatanya tidak sedikit guru yang merasa terbebani oleh penulisan RPP yang begitu panjang. Bagaimana tidak, setiap guru diwajibkan menulis RPP yang tidak sedikit, bahkan sampai berbelas-belas halaman. Sedangkan yang terlaksana, itu hanya beberapa dari sekian panjang penulisan. Bahkan hanya untuk penulisan RPP yang belum tentu terlaksana, banyak diantara guru, fokusnya dalam Proses Belajar Mengajar menjadi terganggu. Sehingga maksud dan tujuan untuk mencerdeskan kehidupan bangsa tidak terlaksana dengan baik.

Oleh karena itu, Manteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan bahwasanya untuk penulisan RPP cukup satu halaman saja, karena yang terpenting adalah proses refleksi dalam pembelajaran bukan hanya sekedar wacana yang tak terlaksana. Sehingga, guru tidak lagi terbebani dan sekolah tersebut mampu menghasilkan pemuda-pemudi Indonesia yang berkualitas.

Kebijakan keempat yang tercantum dalam merdeka belajar adalah perbaikan sistem zonasi. Kurikulum 2013 yang membuka jalur zonasi untuk Penerimaan Peserta didik baru adalah sebesar 80% dari total kuota penerimaan peserta didik baru disetiap sekolah, sedangkan untuk jalur prestasi hanya sebesar 15%. Hal ini menyebabkan banyak siswa-siswi berprestasi tidak dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah favorit. Sisa 5% diberikan kepada siswa-siswi perpindahan, sehingga anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu juga tidak diberikan kesempatan untuk sekolah disekolah favorit.

Keadaan sistem zonasi kurikulum 2013 di Indonesia sangat memprihatinkan, sehingga kemendikbud memutuskan untuk memperbaiki sistem zonasi dengan sistem zonasi merdeka belajar. Sistem zonasi merdeka belajar memberikan kesempatan kepada siswa-siswi berprestasi untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah pilihannya masing-masing. Karena sistem terbaru yaitu 50% untuk jalur zonasi, 30% jalur prestasi, 15% untuk jalur afirmasi (keluarga kurang mampu) dan 5% untuk jalur perpindahan.

Tidak hanya itu, situasi dan kondisi sekolah yang berbeda-beda membuat Bapak Nadiem juga mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Hal ini disebabkan karena tidak sedikit sekolah yang mengalami kekurangan guru, begitupula sebaliknya banyak sekolah di Indonesia yang jumlah gurunya sangat banyak yang menyebabkan keefektifitasan dalam pengajaran dan pembelajaran tidak terjadi. Oleh karena itu, keputusan pemerataan kuantitas dan kualitas guru adalah keputusan yang tepat untuk memerdekakan seluruh siswa, guru dan sekolah untuk mewujudkan Indonesia Emas, dan merdeka belajar adalah jalan yang harus ditempuh untuk menggapainya. Tidak ada perubahan yang nyaman-nyaman saja, setiap perubahan pasti ada ketidaknyamanan. Tapi sudah saatnya Indonesia untuk melompat, bukan lagi melangkah demi mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik. Merdeka Belajar, Guru Penggerak.